Penahbisan Gembala Di GPT Lumajang
Hari Senin, 1 April 2019, merupakan hari istimewa bukan hanya bagi jemaat GPT Lumajang tetapi juga tim Misi GATE beserta gembala, penatua dan beberapa jemaat dari Surabaya serta pengurus harian sinode GPT Surabaya karena hari itu diadakan penahbisan gembala baru yaitu Pdm. Janche Suhatan sebagai pengganti alm. Bpk. Pdt. Yanuar yang sudah dipanggil Tuhan beberapa waktu lalu.
Selain 1 rombongan bus dan beberapa mobil pribadi (± 65 orang), hadir pula undangan beberapa hamba Tuhan dari gereja tetangga. Acara dimulai pkl. 17:00 diawali dengan lagu pujian “Kudatang Tuhan” dilanjutkan dengan sambutan oleh Bpk. Yohanes Sidharta. Beliau bersaksi bahwa selama masa transisi jemaat berdoa untuk mendapatkan gembala baru. Sungguh menjadi kebahagiaan besar ketika Tuhan menetapkan Bpk. Janche Suhatan menjadi gembala oleh karena kepedulian beliau terhadap jemaat Lumajang. Tak lupa pula Bpk. Sidharta mengucapkan terima kasih kepada sinode GPT Surabaya dan Ketua Umum Bpk. Pdt. Paulus Budiono beserta pembicara-pembicara yang tidak jemu-jemunya datang bergantian mendukung keberadaan GPT Lumajang. Jika GPT Lumajang boleh men-dapatkan gembala baru, ini tentu tak lepas dari jerih lelah dan perjuangan gereja pusat yang serius memerhatikan jemaat GPT Lumajang.
Tim Misi GATE beserta beberapa jemaat dari Surabaya mempersembahkan pujian berjudul “Sukacita Melayani” dengan harapan pujian ini makin mengukuhkan tahbisan Bpk. Janche Suhatan. Dilanjutkan dengan Zangkoor Lumajang yang menyambut kehadiran Pdm. Janche Suhatan sebagai gembala baru dengan pujian “Selamat Datang Gembala Baru”.
Firman Tuhan dibawakan oleh Bpk. Pdt. Paulus Budiono yang mengambil ayat dari Yohanes 10:15-18. Gembala yang baik sangat mengenal domba-dombanya. Gembala lama (alm. Bpk. Pdt. Yanuar) sudah mengemban tugas menggembalakan jemaat GBT Lumajang selama 45 tahun. Diperlukan hati gembala agar dapat mengenal setiap dombanya.
Bagaimana respons jemaat lama terhadap gembala baru, apakah dapat menerima dengan lapang dada dan kerelaan hati? Harus diakui tidaklah mudah untuk ber-adaptasi. Bagaimanapun juga jemaat dan gembala yang baru akan dapat menyatu bila kedua belah pihak mengenal Yesus sebagai Gembala agung. Seorang gembala harus mempunyai visi-misi yang jelas ke mana domba dituntun yaitu ke mata air kehidupan (bnd. Why. 7:17).
Seorang gembala harus menjadikan gereja sebagai wadah orang-orang berdosa datang dan mengaku dosa seperti dicontohkan Yesus yang sangat welcome ketika para pemungut cukai dan orang berdosa datang kepada-Nya (Luk. 15:1). Berbeda dengan respons orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang bersungut-sungut melihat Yesus menerima orang berdosa (ay. 2). Yesus kemudian memberikan perumpamaan seorang gembala mencari seekor domba yang terhilang meskipun gembala tersebut masih mempunyai 99 ekor domba lainnya (ay. 3-7). Jangan bersikap seperti orang Farisi dan ahli Taurat yang mengetahui perbuatan dosa tetapi tidak melakukan apa pun kecuali mencari-cari kesalahan orang lain. Gereja harus menjadi tem-pat ‘domba-domba tersesat’ datang memohon pengampunan dosa.
Seorang gembala tidak boleh mengurung diri dan bersikap eksklusif tetapi memiliki jiwa luas dan fleksibel bergerak ke sana-sini seperti dilaku-kan Yesus yang berkeliling ke semua kota dan desa mengajar dalam rumah-rumah ibadat (Mat. 9:35-38). Ini berarti seorang gembala harus dapat mengajar dan mengadakan pemuridan bagi jemaatnya. Pengajaran menjadikan domba-domba menjadi dewasa dan pemuridan membuat gereja tidak statis tetapi ada pergerakan untuk maju membawa dampak positif bagi orang-orang di sekitarnya.
Namun seorang gembala harus ingat bahwa ia menggembalakan domba-dombanya Yesus bukan domba milik manusia dan dia sendiri juga domba-Nya (Yoh. 21:15-22). Oleh sebab itu dia harus tunduk kepada Gembala Agung itulah Yesus Kristus. Dia harus bertumbuh dalam pengenalan akan Yesus dan mengikut Dia. Seorang gembala menjadi contoh bagi domba-dombanya serta memerhatikan mereka (Yes. 40:11).
Singkatnya, seorang gembala harus fokus kepada Yesus (Gembala Agung), mencari domba-domba tersesat untuk digembalakan, berdoa bagi domba-domba berdosa untuk diselamatkan serta memelihara mereka dengan baik. Dia sendiri juga harus menjadi domba yang tunduk pada peng-gembalaan dari Gembala agung, Yesus, dan mengikut Dia. Dengan demikian, dia dapat menjadi contoh bagi jemaat yang dibimbingnya.
Seusai pemberitaan Firman Tuhan, Bpk. Pdm. Janche Suhatan ditah-biskan oleh Bpk. Pdt. Paulus Budi-ono disertai oleh pengurus harian sinode GBT.
Kemudian Bpk. Pdm. Janche Suhatan bersaksi bahwa buah-buah pelayanan gereja setempat telah menggerakkan hati beliau untuk melayani di tempat baru ini. Memang setiap gembala memiliki karakter sendiri-sendiri tetapi Firman Tuhan yang disampaikan harus tetap sama seperti dialami oleh beliau yang sempat digembalakan oleh tiga gembala selama bergereja di Lemah Putro. Gembala pertama ialah alm. Bpk. Pdt. In Juwono yang memiliki jiwa pemimpin yang tegas penuh wibawa; gembala kedua ialah alm. Bpk. Pdt. Pong Dongalemba dengan sifat kebapakan yang melindungi anak-anaknya sementara Bpk. Pdt. Paulus Budiono lebih bersifat persaudaraan sehingga komunikasi dengan WA pun dijawab. Beliau berterima kasih kepada Bpk. Pdt. Paulus Budiono atas tuntunannya selama digembalakan di Surabaya yang membuat beliau berani meng-ambil keputusan untuk siap menjadi gembala di Lumajang.
Setelah ibadah dan prosesi penahbisan selesai, gereja setempat menjamu seluruh jemaat yang hadir dengan dinner box kemudian rombongan dari Surabaya bergegas menuju bus dan kendaraan masing-masing untuk balik ke Surabaya dan tiba di rumah pkl. 01:00 pagi.
Kiranya Tuhan Yesus Kristus senantiasa menyertai pelayanan Bpk. Pdm. Janche Suhatan beserta istri di tempat baru dan marilah kita saling mendoakan untuk tetap semangat melayani Dia di mana pun kita berada hingga Maranatha dan Ia mendapati kita hamba yang setia dan berkenan di hadapan-Nya. Amin. (RS)