K E C E M A S A N (4)

 

 

Dalam minggu keempat bulan Juli 2020, angka yang tertular COVID-19 di Indonesia telah menembus 100.303 jiwa. Angka tersebut membuat kecemasan makin naik drastis sejak virus Corona melanda negeri kita. Banyak keluarga kehilangan orang-orang yang dikasihi dalam waktu singkat. Saya baru saja membaca seorang guru mohon didoakan karena suami dan anaknya telah terpapar COVID-19 dan meninggal; kini dia beserta anak menantunya sedang dirawat dalam keadaan yang sangat mencemaskan. Di tempat lain, beberapa anak kecil terpaksa harus menunggu uluran tangan orang karena telah ditinggalkan kedua orang tuanya. Dan masih banyak lagi berita menyedihkan bahkan para tenaga medis yang berusaha menolong penderita COVID-19 juga tertular dan tidak sedikit yang meninggal.

Bukan itu saja. Jatuhnya perekonomian juga membuat banyak kehidupan kehilangan pegangan. Seorang pria, pemimpin perusahaan besar terganggu jiwanya karena perusahaannya terpaksa harus tutup. Beberapa keluarga memutuskan untuk “bunuh diri bersama” dengan anggota keluarga mereka karena keputusasaan tak sanggup menghadapi masa depan yang serasa tiada lagi ada harapan. Dapatkah Anda bayangkan jika mereka menghadapi problem kesehatan juga perekonomian?

Hati saya menangis mendengar semua itu; saya hanya dapat mendoakan setiap hari mereka yang sakit, yang kehilangan keluarga dan/atau mata pencaharian, kehabisan dana atau terlilit utang yang mendalam bahkan mereka yang meninggal belum/tidak menerima Tuhan. Namun dalam kesedihan saya masih berkeyakinan akan Firman Tuhan dan berkeyakinan bahwa bagi anak-anak Tuhan masih ada pertolongan dan pengharapan di tengah- tengah musibah besar ini.

Jika Anda merupakan salah seorang dari mereka yang putus asa, janganlah membiarkan diri terlalu larut dan tenggelam dalam kecemasan yang melanda Anda. Gagalkan rencana Anda jika Anda berniat mencelakai atau menghancurkan diri sendiri. Bukankah Firman Tuhan mengatakan bahwa tubuh kita adalah bait-Nya? Kita tidak mempunyai hak untuk menghancurkannya karena tubuh ini telah dibeli dengan harga sangat mahal. Hanya Dia yang berhak atas hidup kita sebab kita adalah milik-Nya. Kita masih mempunyai pengharapan karena Tuhan yang kita andalkan adalah Pencipta hidup kita yang berkuasa dan sanggup memelihara kita. Anda tidak sendirian tetapi seluruh dunia mengalami musibah ini. Marilah bangkit dan melakukan apa saja yang dapat kita lakukan sambil menaruh pengharapan kepada-Nya. Hendaknya kita makin mendekatkan diri kepada Tuhan dan tinggal tenang di dalam Dia serta melakukan apa yang berkenan kepada-Nya. Jika kita melakukan kehendak Tuhan, kita tahu ke mana kita pergi. Namun jika kita masih diberi kesempatan dan kemampuan untuk bertahan, kita mendoakan dan membantu mereka yang membutuhkan serta mengusahakan keselamatan mereka dengan mengenalkan mereka kepada Yesus, Sang Juru Selamat.

Banyak hal dapat menimbulkan kecemasan, kekhawatiran dan keputusasaan. Itulah keadaan di dunia yang penuh dosa ini. Selain pencobaan, masalah kehidupan, kegagalan dalam hidup nikah ternyata juga kekhawatiran akan apa yang dimakan dan dipakai.

Lebih dari 300 kali kita temui dalam Alkitab kata-kata: “jangan takut”, “jangan gentar”, “jangan gelisah”, “jangan khawatir”, “jangan tawar hati” dst. Ini menandakan bahwa di dalam dunia ini, setiap hari pasti ada saja yang membuat kita menjadi takut, gentar, gelisah, khawatir dan tawar hati. Namun yang membedakan kita dari mereka yang tidak mengenal Tuhan ialah kita masih mempunyai pengharapan sehingga kita dapat lebih tenang menghadapinya karena kita menghadapinya bersama Tuhan, Bapa Surgawi, yang mengasihi kita.

Marilah kita merenungkan pesan-Nya kepada kita yang tertulis dalam Matius 6:25-34:

 

“Jangan khawatir!”

Itulah yang Yesus katakan kepada kita semua karena kekhawatiran tidak berguna bagi kita, ia tidak dapat memperpanjang hidup malah memendekkan hidup kita sebab dapat menyebabkan penyakit (ay. 27). Kekhawatiran hanya menunjukkan betapa kita tidak memercayai-Nya (ay. 30).

 

“janganlah kuatir akan makanan atau minuman”

Ia mengajar kita untuk lebih mementingkan hidup dan tubuh kita daripada memikirkan makanan dan minuman. Jika kita memusatkan diri hanya untuk persoalan makanan dan minuman, kita hanya mendapatkan kehidupan di dunia ini tanpa makna apa-apa. Namun jika kita memusatkan pikiran bagaimana dapat menjaga kesucian hidup, kita akan dipimpin kepada kehidupan yang kekal. Bukankah Firman Tuhan mengatakan bahwa manusia hidup bukan hanya dari roti (makanan) saja tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah (Mat. 4:4)? Mana yang kita pilih? Hanya memiliki hidup selama di dunia ini atau memliki kehidupan hingga pada kekekalan? Ia meminta kita untuk melihat burung-burung yang tidak bekerja tetapi Ia tetap memelihara. Seolah-olah Ia ingin menyatakan kepada kita bahwa Ia menciptakan makhluk dan bertanggung jawab untuk memeliharanya. Ia ingin mengajarkan kepada kita bahwa berkat dan pemeliharaan ada pada-Nya. “Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk sampai jauh malam dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai- Nya pada waktu tidur” (Mzm. 127:2). Tanpa izin Tuhan, berkat tidak akan jatuh kepada kita. Kita hidup karena kasih karunia-Nya bukan oleh usaha keras kita dan Ia memberikan berkat kepada yang dicintai-Nya. Siapa yang dicintai-Nya? Mereka yang menuruti perintah-Nya (Yoh. 15:9,10).

 

"Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?”

Tuhan ingin kita menyadari bahwa Dia sangat mencintai kita lebih dari ciptaan yang lain. Kita ciptaan yang begitu berharga dan istimewa di mata-Nya karena kita memiliki gambar-Nya. Ia seolah-olah mengatakan, “Kalau Aku tahu kebutuhan burung-burung masakan Aku tidak mengerti kebutuhan kamu, ciptaan-Ku yang Kukasihi?” Semua yang tidak pernah kita lihat atau dengar bahkan tidak terlintas dalam hati telah disediakan Allah bagi kita yang mengasihi Dia (1 Kor. 2:9). Ayat itu menandakan bahwa Dia lebih mengerti akan kebutuhan kita daripada kita sendiri. Karena kasih-Nya kepada kita, Ia rela turun ke dunia; walau kita berdosa, Ia tetap mengasihi kita. Karena kasih-Nya, Ia menebus kita dan rela mati bagi kita untuk mendapatkan kita kembali. Apakah Anda menyadari kasih-Nya kepada Anda? “Ia yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri tetapi menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Rm. 8:32) Seorang bapa sangat mengerti akan kebutuhan anak-anaknya. Bapa kita yang di Surga melebihi semua bapa yang ada di dunia ini. Ia sangat tahu apa yang kita butuhkan dan apa yang dapat kita lakukan adalah memercayai Dia.

Ketika Elia tidak lagi dapat tinggal di dekat sungai Kerit karena sungai itu telah kering, Allah tidak membiarkannya. Ia menyuruh Elia ke seorang janda di Sarfat yang akan memeliharanya. Di daerah di mana janda itu tinggal juga mengalami suasana kekeringan. Tahukah Anda bahwa janda tersebut juga tidak memiliki apa-apa? “Demi Tuhan Allah-mu yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikit pun kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku dan setelah kami memakannya maka kami akan mati”, demikianlah kata janda tersebut. Namun kita tahu kisah akhirnya bukan? Ketika Elia memintanya untuk lebih dahulu membuatkan makanan baginya, tepung dan minyaknya tidak habis hingga sepanjang masa kekeringan itu. Elia, perempuan janda maupun anaknya terpelihara!

Masa COVID-9 ini mirip dengan masa kekeringan yang dialami oleh Elia juga janda bersama dengan anaknya. Mereka terancam kematian! Apakah Tuhan tidak melihat keadaan Elia maupun keadaan janda tersebut? Ia melihat, mengetahui dan menyediakan jalan keluarnya! Elia telah menaati semua perintah Tuhan dengan menegur Ahab yang kemudian berakibatkan dia dikejar-kejar Ahab. Dia taat ketika Allah menyuruhnya ke Kerit dan kini ke Sarfat. Apakah Allah melihat keadaan janda di Sarfat? Ia melihat dan mengetahui semua yang dibutuhkan janda itu dan anaknya. Ia pun menyediakan pemeliharaan terhadap janda tersebut melalui ketaatannya akan permintaan Elia.

Sering ketaatan kita pun diuji. Ketaatan yang tampak tidak mudah kita lakukan: melakukan sesuatu yang sepertinya tidak mampu kita lakukan atau memberikan sesuatu dari yang kita miliki. Apakah kita menaati perintah- Nya sebagai tanda kasih kita kepada Tuhan dan kepada sesama? Atau kita lebih mementingkan diri sendiri? Ia hanya minta agar kita taat untuk membentuk karakter kita dan memercayai bahwa Dia yang berjanji adalah setia, dan meyakini bahwa Dia adalah Pemelihara kita!

(bersambung)