KECEMASAN (1)

 


Kecemasan atau anxiety sebenarnya adalah hal normal yang dirasakan ketika seseorang menghadapi situasi atau mendengar berita yang menimbulkan rasa takut dan khawatir, misal: saat kita menghadapi ujian, ketika kita akan berangkat ke tempat jauh dan asing, saat seorang wanita akan melahirkan dll. Kecemasan kadang bersifat positif karena dengan merasa cemas kita dapat mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapinya, misal: untuk menghadapi ujian, kita belajar dan mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Namun, apabila kecemasan muncul tanpa sebab atau sulit dikendalikan, keadaan semacam ini perlu dikhawatirkan karena merupakan gangguan kecemasan yang akan sangat merugikan hidup kita.

Gangguan kecemasan sering kali merupakan gabungan perasaan galau, gelisah, ketakutan dan khawatir menghadapi sesuatu yang tidak pasti penyebabnya atau belum tentu terjadi. Kemungkinan ini disebabkan karena pengalaman traumatis sehingga menimbulkan stres dan tertekan, kekecewaan, kegagalan, penyesalan di masa lampau juga kekhawatiran dan ketakutan menghadapi masa depan. Pengalaman traumatis dapat disebabkan karena gagal dalam pernikahan, KDRT, menghadapi kemarahan atau tekanan batin yang tak henti-hentinya, kegagalan yang bertubi-tubi atau menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh. Sedangkan ketakutan dan kekhawatiran menghadapi masa depan dapat merupakan kekhawatiran akan kebutuhan hidup sehari-hari atau keputusasaan menghadapi penyakit yang tak tersembuhkan atau ketakutan menghadapi kematian dll.

Gangguan kecemasan dapat berdampak negatif bagi banyak segi kehidupan kita, bahkan dapat membawa kita kepada kematian. Tahukah Anda bahwa gangguan pencernaan, naiknya asam lambung sering disebabkan karena cemas berlebihan? Dr. Charles Mayo dari klinik Mayo yang terkenal mengatakan, “Kekhawatiran memengaruhi peredaran darah, kelenjar dan seluruh sistem saraf. Saya tidak pernah melihat ada orang mati karena terlalu berat bekerja tetapi sering melihat banyak orang mati karena rasa khawatir yang berlebih.” Itu sebabnya orang yang menderita gangguan kecemasan jantungnya berdebar keras, berkeringat dingin, susah tidur, galau, sedih tanpa sebab, otot terasa nyeri, tidak tenang, hilang rasa aman dan damai. Banyak dari mereka mencari pelarian pada hiburan-hiburan malam, penggunaan obat terlarang; beberapa dari mereka mengalami gangguan mental begitu berat lalu mengakhiri hidup dengan jalan pintas: bunuh diri karena berpikir dengan jalan itu mereka dapat melepaskan diri dari gangguan jiwa.

Banyak ahli jiwa membantu menyelesaikan masalah para penderita gangguan kecemasan dengan menyarankan untuk menghindarkan diri dari pokok permasalahan, mengambil waktu untuk beristirahat, keluar dari masalah yang dihadapinya, bermeditasi dan menenangkan pikiran bahkan memberi obat penenang bagi yang agak berat hingga mereka dapat tidur nyenyak dan terlepas dari beban mental yang dideritanya. Namun bukankah kita anak-anak Tuhan? Bukankah Bapa kita adalah Raja Damai? Jika kita kehilangan sukacita dan damai sejahtera, bukankah kita justru dapat menghampiri Dia yang merupakan sumber damai sejahtera itu? Apabila Anda merupakan salah seorang yang menderita kecemasan, sudahkah Anda datang kepada-Nya untuk mendapatkan pertolongan dari- Nya?

Dalam artikel ini saya mengajak Anda yang sedang mengalami hal-hal yang membuat Anda cemas dan khawatir untuk mencari pertolongan kepada Tuhan. Mungkin Anda telah menggunakan obat-obat medis untuk keluar dari permasalahan, tentu Anda masih dapat menggunakannya namun yang harus kita ingat ialah betapapun rumitnya masalah dan sepertinya tidak mungkin terselesaikan akan dapat diselesaikan oleh Tuhan kita karena bagi Allah tidak ada hal yang mustahil.

Sebenarnya pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan manusia. Allah itu setia yang tidak membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita. Pada waktu kita dicobai Ia akan memberikan kepada kita jalan keluar sehingga kita dapat menanggungnya (1 Kori. 10:13). Lalu, apa yang salah? Mengapa sebagian orang tidak dapat menanggungnya? Mungkin kita sendiri yang memperbesar pencobaan kemudian kita menyesal, kecewa dan marah kepada Tuhan dengan mengatakan bahwa pencobaan itu datang dari-Nya dan membiarkan kita mengalami dukacita itu; mungkin saat mendapatkan pencobaan, kita tidak melihat Allah sebagai Allah yang setia; mungkin juga air mata kita telah membutakan kita sehingga tidak melihat “jalan keluar” yang disediakan Allah….?

Padahal Surat Yakobus 1:2 menuliskan agar kita menganggap sebagai suatu kebahagiaan apabila kita jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan karena setelah kita bertahan dan ternyata tahan uji, kita akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia (Yak. 1:12). Rasul Petrus pun mengajak agar kita tetap bergembira saat mengalami pencobaan walau mungkin untuk seketika kita harus berdukacita karena itulah kesempatan bagi kita untuk dapat membuktikan kemurnian iman kita yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas fana yang diuji kemurniannya dengan api sehingga kita memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus menyatakan diri-Nya kelak (1 Ptr. 1:6-7).

Apakah Anda menambahkan Sendiri Beban Penderitaan Anda?

“Malam telah tiba lagi… setiap kali kegelapan mulai merayap dan meredupkan bumi ini, ketakutan itu datang lagi. Perasaan yang tak nyaman terasa lagi. Masih teringat olehku bagaimana sepuluh bulan lalu ketika dokter menyatakan aku positif hamil, aku begitu bersukacita. Bayi itu memang telah lama kami nantikan. Bulan-bulan berikutnya adalah bulan-bulan penuh harapan, sukacita sambil menantikan kedatangannya. Aku membayangkan kembali peralatan-peralatan bayi yang kubeli, baju-baju kecil, dan aku begitu bahagia! Hari kelahirannya merupakan kebahagiaan yang penuh. Bayiku lahir laki-laki.

Bulan-bulan berikutnya sesuatu yang kuperhatikan, dia tidak bergerak aktif dan sering menguap. Dokter kemudian menemukan ada kelainan jantung bawaan. Ketakutan dan kekhawatiran mulai mengganggu hatiku dan sukacitaku. Hari-hari kemudian berubah menjadi hari-hari penuh ketegangan. Bayiku makin lemah. Suatu hari ia tak dapat lagi minum susu. Setiap kali kuusahakan selalu keluar lagi. Napasnya sesak aku tak kuat lagi membayangkan lebih lanjut karena air mataku selalu deras mengalir….. kisah itu berakhir dengan kematian buah hatiku….ya Tuhan, mengapa aku harus mengalaminya?

Berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun aku tak dapat melepaskan bayangan ketika aku pertama kali memeluknya dan ketika akhirnya dia direnggut dariku….beban itu semakin hari semakin terasa berat. Aku sepertinya tak dapat menanggungnya lagi…”

Kisah di atas dialami oleh ibu Ina (bukan nama sebenarnya). Ketika setiap hari dia memikirkan hal itu, jiwanya makin lama makin lemah dan tenggelam dalam permasalahan sehingga dia tak lagi mempunyai kemampuan untuk menanggungnya padahal Firman Tuhan mengatakan bahwa pencobaan yang kita alami adalah pencobaan yang sebenarnya tidak melampaui kemampuan manusia tetapi ternyata pencobaan itu telah ditambahnya sendiri. Ketika suatu saat ia menyadari bahwa Iblis memakai pencobaan itu untuk menghancurkan imannya kepada Tuhan juga menghancurkan hidupnya sendiri, mulailah dia berusaha melepaskan diri dari pencobaan yang telah mengikat dan memenjarakannya. Firman Tuhan mengatakan, “Janganlah kamu kuatir akan hari esok karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Mat. 6:34). Tuhan menjanjikan setiap dari kita untuk dapat menanggung pencobaan kita hari itu namun sering kita menambahkan beban itu dengan beban kemarin yang masih belum mau kita lepaskan dan beban esok hari yang belum pasti terjadi…Tentu saja kita tidak akan sanggup menanggungnya!

Sebuah lagu menyadarkan ibu Ina dari kesalahan yang dilakukannya:

Terima kasih Tuhan, untuk ujian hidupku, saat Kau membimbingku, rohaniku bertumbuh. Terima kasih Tuhan karena melalui ujian itu Kau beriku ketekunan untuk mencapai tujuan hidupku….

Walaupun bertentangan dengan kehendak dan keinginanku, walaupun hancur kehidupan jasmaniku, saat ujian datang kumenjerit dan berseru, “Tuhan ajarku tunduk pada kehendak-Mu”

Terima kasih Tuhan, Kau memberiku kemenangan, saat semua kuserahkan, Kau mengangkatku. Terima kasih Tuhan semua telah menjadi baru, aku melihat wajah mulia-Mu, aku adalah milik-Mu! (dari: I Thank You Lord for the Trials)

Ia kini menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukanlah berasal dari dunia ini karena dunia dan isinya akan berlalu, bukan pula dengan memiliki sesuatu atau seseorang di dunia ini karena mereka tidaklah kekal dan dapat sewaktu-waktu meninggalkan kita. Kebahagiaan yang sejati bersumber hanya dari Tuhan dan memiliki Dia dalam kehidupan kita berarti memiliki kebahagiaan yang sejati!

(bersambung)